”Kami pernah melakukan suatu perjalanan bersama Ibnul-Mubarak. Maka, seringkali terlintas dalam pikiranku (tentang kemasyhuran Ibnul-Mubarak) hingga aku berkata pada diriku sendiri : ’Apakah gerangan yang membuatnya laki-laki ini mempunyai keutamaan yang lebih dibandingkan kami sehingga ia begitu masyhur/terkenal di kalangan manusia ?. Apabila ia shalat, kami pun juga melakukan shalat. Jika ia ber puasa, kami pun berpuasa. Jika ia berjihad, kami pun berjihad. Dan jika ia melakukan haji, kami pun juga melakukannya”.
Al-Qaasim pun melanjutkan : ”Maka satu ketika saat kami berada dalam sebagian perjalanan kami menuju Syam di waktu malam, kami sedang makan malam di sebuah rumah. Ketika itu lampu padam. Maka sebagian di antara kami berdiri untuk mengambil lampu [keluar untuk beberapa saat untuk menyalakan lampu, kemudian datang membawa lampu yang telah menyala]. (Setelah keadaan menjadi terang), maka aku melihat wajah dan jenggot Ibnul-Mubarak telah basah karena air mata. Maka akupun berkata pada diriku sendiri : ”Rasa takut inilah yang membuatnya mempunyai keutamaan lebih dibandingkan kami. Mungkin ketika lampu tadi padam, ia teringat akan kedahsyatan hari kiamat”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar